Rabu, 30 Juni 2010

Layla dan Majnun

Kepala suku Banu 'Umar di Arabia memiliki segala macam yang diinginkan oleh semua orang, kecuali satu hal-andai saja dia mempunyai seorang anak. Sudah banyak tabib kampung yang meracik obat dan ramuan untuknya, tetapi hasilnya nihil. Ketika tak satupun upayanya berhasil, isterinya menyarankan agar mereka berdua bersujud kepada Tuhan, memohon belas kasih-Nya agar mereka dianugerahi anak. "Kenapa tidak?" jawab sang kepala suku. "Kita sudah mencoba segala cara. Ditambah satu cara lagi tidak ada ruginya."
Maka pasangan suami-isteri itu pun bersujud pun bersujud di hadapan Yang Maha Agung, sambil berurai airmata dari lubuk hati mereka yang terluka. "Oh, Yang Maha Pengasih, jangan biarkan manisnya menimang bayi di dalam pelukan kami. Berilah kami berkah tanggung jawab membesarkan seorang manusia. Beri kami kesempatan untuk membuat-Mu bangga terhadap anak kami."
Tidak berapa lama kemudian, doa meraka dikabulkan, dan Tuhan menganugerahi mereka seorang anak laki-laki yang diberi nama Qays. Kebahagiaan sang ayah tak terperi, karena Qays adalah anak yang dicintai semua orang, seorang anak yang tampan, dengan mata cokelatnya yang besar dan rambutnya yang hitam, Qays selalu menjadi pusat perhatian dan kekaguman orang-orang. Sejak awal Qays memperlihatkan kecerdasan dan kemampuan yang tidak biasa. Dia mempunyai bakat luar biasa untuk mempelajari seni perang di samping musik, puisi, dan menjelajahi kanvas.
Ketika tiba masanya sang anak bersekolah, ayahnya memutuskan untuk membangun sebuah sekolah dimana pengajarnya terdiri dari guru-guru terbaik di Arabia, dan hanya orang-orang terbaik yang belajar disitu. Putera-puteri dari keluarga bangsawan berdatangan dari seluruh penjuru Arab untuk memasuki sekolah baru tersebut.
Di antaranya adalah puteri seorang kepala suku tetangga - permata dari para gadis, yang me ya, seperti kebiasaan di kala itu, seringkala para gadis dipinang pada usia yang masih sangat muda, yakni 9 tahun.
Layla dan Qoys adalah teman sekelas. Sejak hari pertama mereka bertemu, mereka sudah saling tertarik satu sama lain. Seiring dengan waktu yang berlalu, percikan ketertarikan ini tumbuh menjadi api cinta yang membara. Bagi Layla dan Qoys, sekolah bukan lagi tempat untuk belajar-melainkan tempat pertemuan, tempat perjamuan mereka. Ketika guru mengajar, mereka saling bertetapan; dan ketika tiba saatnya mencatat pelajaran, mereka malah saling menulis nama satu sama lain di atas kertas. Tidak ada teman tidak ada kesenangan lain yang hadir diantara mereka berdua. Dunia menjadi hanyalah Layla dan Qays; mereka buta dan tuli terhadap yang lainnya.
Sedikit demi sedikit, akhirnya semua orang mengetahui cinta mereka, dan pengunjingan pun dimulai. Dimasa itu, seorang gadis yang dikenal sebagai obyek cinta seseorang dianggap tidak pantas- dan tentunya tidak diharapkan. Oleh karena itu, ketika orangtuna Layla mendengar kasak-kusuk tentang anak gadisnya, mereka melarang Layla pergi ke sekolah. Beban malu bagi keluarga kepala suku tidak dapat lagi ditahan.
Ketidakhadiran Layla diruang kelas membuat Qays menderita dan patah-hati. Dia meninggalkan sekolah dan mulai berkelana di jalanan mencari kekasihnya, sambil memanggil-memanggil nama Layla. Qays membuat puisi untuk Layla dan melantunkannya sambil berjalan. Dia tidak berbicara apa pun kecuali tentang Layla, juga tidak mempedulikan orang lain kecuali ditanya mengenai Layla. Orang-orang menertawakannya dan mengacungkan jari kepadannya, sambil berkata, "Lihat dia-dia adalah majnun, si gila!", dan nama itu pun melekat padanya.
Melihat orang-orang, mendengar, maupun berbicara dengan mereka menjadi hal yang tidak dapat ditanggung Majnun. Dia berhadap tidak melihat siapa pun kecuali Layla. Karena itu dia meninggalkan desanya. Majnun tahu bahwa Layla dipingit orangtuanya dirumahnya, orangtua Layla sadar bahwa jika Layla dibiarkan pergi sesuka hatinya, Layla pasti akan menemui Majnun. Majnun menemukan tempat di puncak sebuah bukit dekat desa Layla. Dia lantas membangun sebuah gubuk di situ, gubuk yang sejalur pandang dengan rumah Layla.
Sepanjang hari Majnun akan duduk di depan gubuknya, disamping sungai kecil yang berkelok-kelok menuruni bukit menuju desa. Majnun berbicara kepada air, mengirimkan kelopak bunga liar bersama aliran air tersebut, yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan salam cintanya kepada Layla. Dia menyapa dan meminta burung-burung untuk terbang memberitahu Layla bahwa dia berada di dekatnya. Ia menghirup angin yang bertiup dari barat, karena angin tersebut telah melalui desa Layla. Jika ada anjing tersesat dari arah perkampungan Layla, Majnun akan memberinya makan, merawatnya, dan menyayangi hewan tersebut seperti benda keramat, menghormatinya dan memeliharanya hingga anjing itu memilih untuk pergi. Apa pun yang berasal dari tempat kekasihnya berada, dianggap sebagai sang kekasih.
Bulan demi bulan berlalu, dan Majnun belum juga melihat jejak Layla. Kerinduan Majnun terhadap Layla begitu besar sehingga dia merasa tidak dapat hidup lebih lama lagi tanpa melihatnya kembali. Terkadang teman-teman sekolahnya dulu datang berkunjung, tetapi Majnun hanya mau bicara tentang Layla kepada mereka, dan seberapa besar kerinduannya kepada Layla. Suatu hari, ada tiga orang pemuda yang datang menengok Majnun. Mereka sangat tersentuh oleh penderitaan Majnun sehingga mereka memutuskan untuk membantunya agar dapat melihat Layla kembali.
Rencana mereka sangat smart. Keesokan harinya mereka dan Majnun mendekati rumah Layla dengan menyamar sebagai perempuan. Dengan mudah mereka menipu pelayan-pelayan di rumah Layla, dan berhasil mencapai pintu kamar Layla. Majnun masuk ke dalam kamar itu sementara teman-temannya berdiri di luar pintu, berjaga-jaga.
Sejak berhenti sekolah, Layla tidak berbuat apa-apa kecuali memikirkan Qays. Anehnya, setiap kali dia mendengar burung berkicau lewat jendela atau lewat tiupan angin yang lembut, dia menutup mata, berpikir bahwa dia dapat mendengar suara Qays di dalam kicauan itu. Dia menangkap kelopak-kelopak bunga yang dibawa angin atau aliran sungai, dan tahu bahwa kelopak-kelopak itu berasar dari Qays. Tetapi ia tidak pernah membicarakan cintanya dengan siapapun, bahkan kepada sahabat terdekatnya.
Pada hari Majnun memasuki kamarnya, Layla telah lebih dahulu merasakan kedatangan Majnun. Layla mengenakan gaun terbaiknya, baju panjang berwarna biru kehidauan dari sutera. Rambutnya dibiarkan terurai dan dengan hati-hati disisir di sekeliling bahunya. Matanya diberi celak bubuk hitam yang disebut surmeh, seperti kebiasaan kaum wanita di Arab. Bibirnya diberi pemerah, dan pipinya yang memerahan alami tampak bersinar, menampakkan rasa senangnya. Dia duduk di depan pintu, menunggu. Ketika Majnun masuk, Layla nyaris tidak mempercayai bahwa itu benar-benar terjadi.
Majnun berdiri dipintu selama beberapa menit, mereguk tatapan Layla. Akhirnya mereka bersama lagi! Tak terdengar apa pun kecuali detak jantung mereka berdua. Mereka saling menatap dan memandang, tidak menyadari waktu yang terus berlalu.
Salah seorang pembantu wanita di rumah Layla memperhatikan keberadaan seorang perempuan tak dikenal di luar pintu kamar majikannya. Kecurigaannya timbul, dia lantas memberi tanda kepada salah seoang pengawal. Namun, ketika ibu Layla datang untuk menyelidiki, amajenun dan teman-temannya sudah lama pergi. Bagaimanapun, begitu orangtua Layla menanyai Layla, tidak sulit bagi merreka menebak apa yang telah terjadi. Diamnya Layla dan kebahagiaan yang terpancar di matanya telah menceritakan semuanya.
Setelah itu ayah Layla menempatkan penjaga di setiap pintu yang ada di rumah itu. Tertutup sudah jalan masuk, sekalipun jalan menuju bagian paling terpencil di rumah tersebut. Tetapi salah besarlahayah Layla kalau berpikir bahwa dengan penjagaan tersebut perasaan Layla dan Majenun dapat terubah. Waktu ayah Majenun mengetahui peristiwa yang terjadi di rumah Layla, dia memutuskan untuk mengakhiri drama gila-gilaan dan memalukan tersebut dengan cara melamar Layla untuk putranya. Ayah Majenun menyiapkan rombongan pembawa hadiah dan memabwanya ke desa Layla.
Rombongan tamu tersebut disambut dengan baik. Kedua kepala suku bercakap-cakap tentang kebahagiaan anak-anak mereka. Ayah Majenun yang memulai, "Engkau tahu betul, sahabatku, ada dua hal yang penting agar kita bahagia - yaitu cinta dan harta. Putraku mencintai putrimu, dan aku bisa menjamin bahwa aku akan memberi mereka nafkah yang cukup sgsr mereka hidup dengan nyaman."
"Aku tidak menolak Qays, dan aku percaya padamu karena tidak diragukan lagi engkau adalah orang yang terhormat," jawab ayah Layla. "Meski demikian, engkau tidak dapat menyalahkan aku bila bersikap agar hati-hati terhadap puteramu, semua orang telah mengetahui pola-tingkahnya yang sedikit menyimpang. Pakaiannya saja kaya' pengemis tuh. Pasti dia tidak pernah mandi apalagi keramas selama berabad-abad. Hdupnya bersama binatang dan menjauhi banyak orang. Tolong katakan padaaku, sahabatku, andai engkau yang memiliki anak perempuan sedangkan aku berada sepertimu, akankah engkau akan memberikan anak perempuanmu kepada anakku ?"
Ayah Qays tak bisa membantah. Apa lagi yang dapat dikatakannya ? Padahal, putranya dulu pernah menjadi contoh terunggul di antara teman-teman sebayanya ? Bahwa dulu putrasnya adalah anak yang paling cedas dan berbakat di seluruh daratan Arab ? Tentu saja, tidak ada. Ayahnya sendiri bahkan sulit percaya bahwa itu semua pernah terjadi. Sudah lama sekali tidak ada orang yang mendengar kalimat yang masuk akal dari mulut Majenun. " Aku tidak akan hanya diam dan melihat putraku menghancurkan dirinya sendiri," pikir ayah Majenun. "Harus ada tindakan."
Ketika ayah Majenun kembali, dia mengirim pesan kepada putranya. Ia mengadakan jamuan makan malam di mana gadis-gadis paling cantik yakin kehadiran gadis-gadis cantik itu bisa mengalihkan paling tidak barang sedkit perhatian Majenun kepada Layla. Di dalam pestsa itu Majenun cuma diam mematung dan mengabaikan para tamu. Dia duduk di pojok, memandang para gadis hanya untuk mencari kemiripan wajahnya dengan wajah Layla-nya.Salah seorang gadis itu mengenakan gaun yang mirip gaun Layla, gadis yang satunya memiliki rambut yang panjangnya ssama dengan rambut Layla, sedangkan gadis lainnya memiliki senyum yang mirip dengan senyum Layla. namun tak seorang pun yang mirip dengan Layla, bahkan tidak seorang pun yang kecantikannya setengahnya dari kecantikan layla. Pesta itu hanya memperdalam perasaan Majenun kepada kekasihnya, dan dia masih dirundung putus asa, menyalahkan setiap orang yang hadir di pesta itu karena mencoba menipunya. Dalam isak tangisnya Majenun menuduh orangtua dan sahabat-sahabatnya sebagai pemangsa jiwa cintanya yang keji dan bengis. Tersedu-sedulah Majenun di pojok ruangan hingga akhirnya dia terjatuh di atas lantai tak sadarkan diri.
Setelah bencana itu, ayah Qays memutuskan untuk membawa Majenun berangkat menunaikan ibadah hajinke Mekkah, berharap Tuhan akan memberi Majenun belas kasih-Nya, dan memebaskannya dari cinta yang meluluhkan dan menghancurkan kepribadiannya itu. Di Mekkah, untuk untuk menyenangkan hatinya, Majenun berlutut di tempat peribadatan-tapi tahu tidak, apa yang dia doakan ? "Oh, Yang Maha Pengasih, Raja Diraja, Engkau yang melimpahkan cinta, aku hanya memohon satu hak mikrajkan aku dalam cinta hingga tingkatan yang sekalipun aku akan binasa, cintaku dan kekasihku akan tumbuh berkembang." Kepala suku akhirnya sadar, dia tidak dapat berbuat apa pun untuk puteranya.
Setelah berangkat haji, Majenun yang tidak ingin bertemu dengan penduduk desa pergi ke gunung tandus, tanpa memberitahu seorang pun ke mana tujuannya. Dia tidak kembali kegubuknya, melainkan memilih reruntuhan bangunan yang terpisah dari masyarakat, dan di situlah ia tinggal.
Suatu hari, seorang lelaki yang kebetulan melewati reruntuhan bangunan tersebut melihat ada orang aneh yang sedang duduk disalah satu dinding yang sudah runtuh. Rambut orang liar itu terurai menjurai dibahunya, janggutnya panjang dan asal-asalan, pakaiannya kusam dan compang-camping. Ketika orang lewat itu tidak dijawab salamnya, dia mendekati si dekil aneh. Dan barulah ia melihat ada seekor serigala yang sedang tidur di kaki si dekil ane itu. "Hush," kata si dekil aneh, "engkau sudah membangunkan sahabatku." Lalu si dekil aneh itu menerawang dalam jelajah pandang yang terjauh.
Sang pengembara yang penasaran kemudian duduk diam, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhirnya, si dekil aneh lagi liar itu mulai berbicara. Si pengembara langsung sadar bahwa si dekil aneh nan liar ini adalah Majenun yang terkenal, yang keanehannya dipergunjingkan dai seantero Arabia. Kelihatannya, Majenun tidak menemukan kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan alam liar. Dalam kenyataannya, dia menyesuaikan diri dengan baik, sehingga sulit melihatnya sebagai bagian yang terpisah dari lingkungan sekitarnya. Binatang berdatangan kepadanya, secara nalurinya tahu bahwa Majenun tidak akan melukai mereka. Kebaikannya telah mendapatkan kepercayaan hewan-hewan tersebut, bahkan kepercayaan dari hewan liar yang paling kejam seperti serigala. Sang pengembara mendengarkan dengan seksama ketika Majenun menyanyikan senandung pujiannya untuk Layla. Mereka berdua berbagi makanan yang dibawa si pengembara. Setelah itu si pengembara pergi dan melanjutkan perjalannya.
Ketika pengembara itu tiba di desa majrenun, dia menceritakan perjumpaanya dengan majenun kepada penduduk desa. Tentu saja, kisah tersebut sampai jua di telinga kepala suku, yang kemudian mengundang sang pengembara dab menyanyainya tentang detail ceritanya. Girang karena Majenun masih hidup, kepala suku lalu berangkat ke gurun untuk menemui Majenun.
Melihat reruntuhan yang telah digambarkan oleh sang pengembara, kepala suku dipenuhi emosi. Jadi, beginilah keadaan memilukan yang dialami putranya. "Ya, Tuhan, kumohon, selamatkanlah jiwa puteraku, dan kembalikan di pada keluarganya,"jerit kepala suku dalam doanya. Majnun mendengar doa ayahnya, dan bergegas keluar dari tempat persembunyiannya. Majnun berlutut di kaki ayahnya. "Ayahku ttersayang, maafkan aku atas semua kesedihan yang kubuat padamu. Tolong, lupakan bahwa engkau pernah memiliki seorang anak, karena itu akan membantumu mengatasi kepedihanmu. Ini adalah takdirku untuk mencintai, dan hidup demi cinta."
Ayah dan anak itu saling berpelukan sambil menangis. Ini adalah pertemuan mereka yang terakhir. Sanak keluarga Layla menyalahkan ayan Layla yang dianggap salah membaca dan menanganani situasi. Mereka yakin bahwa skandal tersebut mempermalukan seluruh keluarga. Karena alasan inilah orang tua Layla mengurung Layla di kamarnya. Beberapa orang teman Layla masih diizinkan datang berkunjung, tetapi Layla tidak ingin ditemani. Dia menarik diri, mengembangkan api cinta yang menyala dihatinya dalam kesunyian yang abadi.
Untuk mengekspresikan perasaan terdalamnya, Layla menulis sajak untuk kekasihnya di atas kertas gores berukuran saku. Lalu, ketika dia diperbolehkan berada di taman sendirian, ia akan menerbangkan kertas-kertas itu bersama semilir angin. Penduduk desa yang menemukan kertas berisi puisi itu akan menyerahkannya kepada Majnun. Dengan cara itulah kedua pecinta tersebut berhubungan.
Karena Majnun terkenal di seluruh penjuru, banyak orang mengunjungi Majnun. Mereka hanya tinggal sebentar karena tahu Majnun tidak tahan ditemani lama-lama. Mereka mendengarkan Majnunmenyanyikan syair-syair cinta terindah dan dengan mempesona memainkan seruling buluh alang-alang. Sebagian orang merasa iba padanya, sebagiannya lagi hanya penasaran atas golak rindu cintanya. Namun tak seorang pun yang mampu merasakan kasih sayangnya yang mendalam terhadap semua makhluk.
Salah seorang pengunjung Majnun adalah seorang ksatria gagah yang bernama "Amr. 'Amr singgah di tempat Majnun dalam perjalanannya menuju Mekah. Meskipun dia telah mendengar kisa cinta Majnun di kotanya, 'Amr ingin mendengarnya langsung dari bibir Majnun sendiri. Kisah drama yang tragis mengiris tersebut telah melemparkannya di kelopak kesedihan dan kepedihan, sehingga ia bersumpah akan melakukan apa pun yang mungkin dilakukannya untuk menyatukan kepada kekasih tersebut-sekalipun berarti harus menghancurkan pihak-pihak tertentu yang bertahan!
'Amr kembali ke kota asalnya lalu dengan geram mengumpulkan pasukannya. Pasukan tentara itu berderap menuju desa Layla dan menyerang tanpa ampun. Timbul perlawanan dari penduduk desa, banyak orang yang mati dan terluka. Pasukan 'Amr sudah hampir memenangkan pertemuan ketika ayah Layla mengirimkan pesan kepada 'Amr: "Jika engkau atau salah satu prajuritmu menginginkan puteriku, aku akan menyerahkannya tanpa perlawanan. Bahkan, sekalipun engkau akan membunuh puteriku aku tidak akan membantah. Tetapi satu hal yang tidak akan pernah kuterima : Jangan memintaku menyerahkan puteriku kepada orang gila itu!"
Didalam medan pertempuran, Majnun berkeliaran dengan bebas di antara para prajurit, dan menghampiri sanak keluarga Layla yang terluka. Dia merawat mereka dan berusaha semampunya mengobati luka mereka. Ketika 'Amr menuntut penjelasan tentang apa tujuan Majnun yang membantu dan bersengkongkol dengan musuh, Majnun yang membantu dan bersekongkol dengan musuh, majnun menjawab, "Orang-orang itu berasal dari tanah kekasihku. Bagaimana mungkin mereka menjadi musuhku?"
Dengan segenap simpatinya terhadap Majnun, 'Amr sama sekali tidak dapat memahami hal itu. Apa yang dikatakan ayah Layla tentang orang gila tersebut tampak masuk akan sekarang. Oleh karena itu, 'Amr memerintahkan pasukannya untuk mundur. Secepat mereka datang, secepat itu pula pasukan, Amr meninggalkan desa - tanpa mengucapkan salam kepada Majnun.
Layla kembali merana di dalam kamar pingitannya yang sepi. Satu-satunya kebahagiannya adalah berjalan-jalan di setaman bunganya. Suatu hari, ketika dia sedang berjalan menuju taman bungannya, Ibnu Salam, seorang bangsawan yang kaya dan berkuasa, terpana oleh panah sekilas kerlingan Layla dan langsung jatuh cinta. Tanpa menunda waktu dia segera mencari ayah Layla. Kelelalan dan putus asa akibat pertempuran yang baru saja berlalu dan meninggalkan banyak yang terluka, ayah Layla menyetujui pernikahan tersebut.
Tentu saja Layla menolaknya mati-matian. Dia berkata kepada ayahnya, "Aku akan lebih bahagia bila mati daripada menikah dengan orang itu. "Namun isak tangis dan permohonannya tidak digubris. Layla kemudian mendatangi ibunya, tetapi juga tidak berhasil.
Pernikahan itu berlangsung cepat. Orang tua Layla merasa lega karena akhirnya semua cobaan berat yang harus mereka alami telah berakhir. Bagaimanapun, Layla menjelaskan kepada suaminya bahwa dia tidak akan pernah mencintainya. Secuilpun. "Aku tidak akan pernah menjadi isteri buatmu," Layla menyatakan perasaannya. " Jadi jangan buang waktumu untukku, Carilah kekasih lain yang lebih pas dan sejiwa denganmu - aku yakin masih banyak perempuan yang bisa membahagiakanmu." Walaupun kata-kata Layla begitu dingin, Ibnu salam yakin bahwa setelah hidup bersamanya, lambat laun Layla akahn sadar. Ibnu Salam memutuskan untuk tidak mendorong dirinya mengambil hati Layla, melainkan menunggu hingga Layla datang kepadanya.
Ketika berita pernikahan Layla sampai di telinga Majnun, Majnun meraung-raung selama berhari-hari dan menyanyikan lagu-lagu keperihan yang begitu menyayat-nyayat sehingga siapa pun yang mendengarnya akan menangis. Kepdeihannya begitu dalam hingga binatang-binatang yang berkumpul di dekatnya ikut muram. Namun ketidakberdayaannya hanya berlangsung sebentar, karena kemudian kedamaian mendalam yang aneh tampak menguasainya. Seakan-akan tidak ada yang terjadi, Majnun meneruskan kehidupannya di reruntuhan. Meski demikian, perasaannya kepada Layla tidak berubah, justru bertambah semakin dalam.
Dengan penuh ketulusan Majnun mengirim ucapan selamat atas pernikahan kekasihnya: :"Semoga seluruh kebahagiaan di dunia menjadi milikmu. Aku hanya minta satu hal sebagai orang yang mencintaimu-bahwa engkau akan mengingat namaku, meski dikau memilih bersatu dengan orang lain. Jangan pernah melupakan bahwa ada orang yang raganya bahkan seandainya raga itu hancur berkeping-keping, akan memanggil hanya satu nama, dan nama itu adalah namamu, Layla."
Sebagai balasan, Layla mengirimkan anting-antingnya, simbol tradisional tentang kesetiaan sejati. Didalam surat yang menyertainya, dia menulis : "Aku lupakan semuanya karena semua pikiranku hanya tertuju padamu. Aku telah menyimpan cintaku begitu lama, tanpa mampu menceritakannya kepada orang lain, sementara engkau meneriakkan cintamu ke seluruh penjuru dunia. Aku terbakar di dalam sedangkan engkau membakar sekelilingmu. Sekarang aku harus tahan menghabiskan seluruh hidupku dengan seorang lelaki, padahal seluruh jiwaku adalah milik lelaki lain. Katakan padaku, siapa di antara kita yang lebih dibuat gila oleh cinta, engkau atau aku?"
Tahun demi tahun berlalu, orang tua Majnun telah tiada. Sedangkan Majnun terus hidup di atas puing-puing reruntuhan, merasakan kesepian yang lebih sunyi yang lebih senyap dari sebelum-belumnya. Di siang hari dia akan berkelana di gurun bersama hewan-hewan kerabat setianya. Ketika jembar malam tiba, ia akan memainkan serulingnya, dan menyanyikan sajak-sajak terindunya pada hewan-hewan liar yang sekarang menjadi pendengar satu-satunya. Dia sering menulis sajak untuk Layla di atas desiran pasir dengan sebatang ranting kurus. Setelah sedemikian lama terbiasa dengan cara hidup aneh seperti itu, Majnun mencapai kedamaian dan keseimbangan jiwa yang tidak satu pun dapat memberantakkannya.
Sementara di seberang kehidupan sana, Layla tetap setia kepada cintanya. Ibnu Salam tidak pernah berhasil mendekati Layla. Meskipun ia hidup bersema Layla, ia jauh darinya. perhiasan dan hadiah mahal tidak mampu membeli kesetiaan Layla, dan Ibnu Salam akhirnya menyerah, tidak lagi mencoba memenangkan hati Layla. baginya, hidup menjadi pahit dan tidak berguna, dan dia tidak menemukan ketentraman dan perlindungan di rumah. layla dan dirinya adalah orang asing, dia bahkan tidak dapat berbagi berita di luaran bersama Layla. tak sepatah kata pun pernah terucap dari bibir Layla kecuali bila ditanya, dan jawabannya patah-patah singkat. ketika akhirnya Ibnu Salam jatuh sakit, Ibnu salam menyerah sepenuhnya, karena hidupnya tidak memberikan harapan. Ibnu Salam meninggal pada suatu pagih yang sunyi di musim panas.
Kematian suaminya kelihatan menarik pintu Layla yang tertutup. Begituhlah yang dipikirkan orang-orang ketika melihat Layla menangis pada kematian suaminya, meski sebenarnya Layla menangaisi cinta pertamanya yang hilang ketika bersama Majnun. selama bertahun-tahun ia berjuang sekeras-kerasnya, serapat-rapatnya, menyembunyikan perasaannya dan berusaha tampil tenang, dia tidak pernah menangisi perpisahannya dengan Majnun.
setelah masa berkabung usai, Layla kembali kerumah ayahnya. walaupun usianya masih muda, Layla tampak dewasa, tampak matang dan arif, yang jarang terlihat pada gadis sebayanya. Namun, sementara cintanya semakin membara, kesehatanya semakin menurun karena tidak pernah lagi merawat diri, mengabaikan makan dan melewatkan malam-malam tanpa waktu istirah yang cukup. Bagaimana dia dapat memperhatikan tubuhnya apabila parhatianya hanya tertuju pada Majnun? Layla sendiri tahu dengan baik bahwa ia mungkin tidak dapat hidup lebih lama lagi.
Akhirnya, batuk kronis yang tidak bisa di obati dan sudah diderita Layla selama berbulan-bulan, menyerangnya dengan hebat. Di atas pembaringan mautnya, Layla masih tetap memikirkan Majnun. Ah, seandainya dia bisa bertemu dengan Majnun sekejap saja dan ia membuka matanya hanya untuk melihat ke arah pintu, berharap kekasihnya datang. Tetapi dia tahu waktunya hampir habis, dan dia harus pergi tanpa berpamitan ke pada Majnun. Pada suatu malam musim gugur yang dingin, dengan mata terpaku pada pintu, Layla meninggal dengan tenang sambil bergumam, "Majnun."
Berita kematian Layla segara tersebar ke mana-mana. Berita itu juga sampai kepada Majnun. Mendengar berita itu ia pun jatuh pingsan di tengah-tengah gurun selama berhari-hari. Waktu ia sadar dengan sendirinya, Majnun berjalan menuju desa Leyla. Dengan tenaga yang hanya cukup untuk berjalan, dia menyeret tubuhnya di atas pasir. Majnun terus berjalan tnpa henti hingga tiba di makam Layla di luar kota. Dia menangis berhari-hari, dan ketika tidak ada cara lain untuk menghilangkan rasa sakitnya, Majnun merebahkan kepalanya di atas kuburan Layla, lalu dengan tenagmelepaskan jiwanya.
Tubuh Majnun tetap berada di atas kuburan Layla selama satu tahun. pada hari peringatan kematian Layla, teman-teman dan sanak keluarga Layla datang menziarahi makamnya, dan meraka menemukan sosok tubuh terbujur diatas makam. beberapa teman sekolah Layla mengenali dan mengetahui bahwa itu adalah Majnun. Majnun pun kemudian di kubur di samping Layla. Kedua kekasih itu, yang telah menyatu dalam keabadian, akhirnya bersatu kembali.
Dikatakan kemudian bahwa ada seorang Sufi mendapat mimpi di mana Majnun muncul dihadapan Tuhan, Tuhan mebelai Majnun dengan penuh kasih sayang, dan menduduknya disi-Nya. Kemudian dia bertanya kepada Majnun: "Tidakkah engkau malu memanggil-mangil-Ku dengan nama Layla, setelah engkau meminum anggur cinta-Ku ?"
Sang sufi terbangun dalam kebingungan. Jika Majnun diperlakukan dengan begitu penuh kasih oleh Tuhan, lalu bagaimana dengan Layla? Dan Tuhan langsung memunculkan jawabannya di dalam pikirannya: "Kedudukan Layla diangkat diatas semuanya, karena dia menyimpan segenap rahasia-rahasia cinta."

1 komentar:

  1. Alif kurniawan sebagai Majnun...
    Ika Nurjanah sebagai Layla...
    heeeee

    BalasHapus